Selasa, 13 Januari 2009

EFEK TERATOGENIK IKAN KONSUMSI ASAL PERAIRAN PANTAI KOTABUNAN TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO TIKUS PUTIH

BAB I
PENDAHULUAN

Sulawesi utara merupakan suatu propinsi di indonesia yang kaya akan sumber daya alam. Diantara sumber daya alam yang ada emas merupakan sumber daya yang banyak terkandung di tanah sulawesi utara, inin terbukti denagn maraknya kegiatan pertambangan /pengolahan emas yang berjalan di propinsi ini baik yang di lakukan oleh perusahan besar seperti PT Newmont yang ada di kabupaten minahasa dan PT Avocet yang ada di kabupaten Bolaang mongondow serta pertambangan liar yang jumlahnyacukup banya di setiap kabupaten yang ada di sulawesi utara.
Desa Kotabunan yang terleta di kecamatan Kotabunan kabupaten Bolaang mongondow merupakan salah satu desa dimana hamper sebagian masyarakatnya menjalankan usaha pertambangan emas. Kegiatan ini sudah berjalan lebih dari 25 tahun dan lokasi perrtambanagn ini sangat dekat dengan lokasi pemukiman warga.
Terdapat dua lokasi utama penambangan di desa Kotabunan dengan luas areal sekitar 2 Ha perlokasi dimana lokasi peambangan sampai dilokasi pemukiman warga kurang lebih 2 Km.
Desa Kotabunan merupakan desa yang terletak di pesisir pantai, dimana selain hasil pertambangan, hasil perikanan juga merupakan sumber pencaharian utama bagi warga desa. Ikan-ikan yang diperoleh di perairan Kotabunan

1.1. Latar Belakang
Desa Kotabunan Kecamatan Kotabunan secara administrative terletak di kabupaten Bolaang mongondow timur propinsi sulawesi utara. Sebelah utara desa ini berbatasan dengan desa buyat, sebelah timur berbatasan dengan perairan laut, sebelah selatan berbatasan dengan desa paret dan sebelah barat berbatasan dengan lokasi perkebunan. Secara geografis terletak di sepanjang pesisir pantai dimana sumber pencaharian terbesar adalah perkebunan dan perikanan.
Selain itu, desa kota bunan merupakan salah satu dari beberapa daerah penghasil emas yang terkenal di sulawesi utara. Hapir sebagian penduduk bekerja menjalankan usaha pertambangan liar yang sudah berlangsung lebih dari 25 tahun. Dari segi ekonomi usaha ini sangat berperan meningkatkan kesajahteraan masyarakat desa namun di sisi lain kegiatan pertambangan ini secara perlahan-perlahan memberi efek yang buruk pada lingkungan sekitar yang bisa berimbas bagi kehidupan masyarakat.
Karena kegiatan penambangan ini dilakukan secara liar, maka pengolahannya pun menjadi tidak ramah lingkungan dan menciptakan hasil sampingan yang membahayakan salah satunya adalah limbah merkuri.
Pada kegiatan pertambangan, merkuri atau yang sering disebut air perak digunakan sebagai bahan pemisah emas dari batuan lain (Dinata, 2002). Oleh penambangan liar merkuri yang sudah tidak digunakan kemudian dibuang begitu saja ketanah atau perairan. Dari hasil obserpasi, ternyata penambang yang berada di pertambangan desa Kotabunan kemudian membuang merkuri ini ke sungai yang melintasi areal pertambangan tersebut, aliran sungai ini kemudian akan melewati daerah pemukiman warga dan berakhir di perairan pantai.jarak antara lokasi pertambangan dengan pemukiman kurang lebih 2 Km dan sampai kepesisir pantai kurang lebih 3 Km.
Limbah merkuri yang terus-menerus di buang keperairan sungai ini sudah otomatis sangat mencemari sungai tersebut. Bahkan berpotensi mencemari perairan pantai kerena sungai tersebut bermuara di perairan pantai tersebut. Dengan jangka waktu yang cukup lama kemungkinan limbah merkuri tersebut sudah mecemari organisme diperairan tersebut termasuk ikan-ikan yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Terdapat beberapa jenis ikan konsumsi yang di peroleh dari perairan itu antara lain ekor kuning, goropa, bubara (nama lokal) dan lainnya. Karena selama ini limbah merkuri sudah mencemari perairan tersebut, maka diduga ikan-ikan tersebut juga sudah mengandung logam berqat yang berbahaya itu, melalui rantai makanan maka merkuri ikan-ikan tersebut akan sampai pada tubuh manusia. Jika kadar merkuri ini terus meningkat dalam tubuh manusia maka akan menimbulkan berbagai efek yang berbahaya.
Teratogen adalah setiap factor atau bahan yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan bawaan, kelainan bawaan adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi, maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan (Nurcahyo, 2007).
Bedasarkan uraian di atas, penulis tertasik untuk meneliti efek terarogenik dari ikan konsumsi yang berada di perairan Kotabunan yang diduga telah tercemarmerkuri lewat pengujian laboratorium terhadap tikus putih dengan judul “Efek teratogenik ikan konsumsi asal perairan pantai Kotabunan terhadap perkembangan embrio tikus putih (Rattus novergicus)”

1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana efek teratogenik ikan konsumsi asal perairan pantai Kotabunan terhadap perkembangan embrio tikus putih (Rattus novergicus)

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui efek teratogenik ikan konsumsi asal perairan pantai Kotabunan terhadap perkembangan embrio tikus putih (Rattus novergicus)

1.4. Manfaat
- Memberikan gambaran tentang bahaya patologi terhadap janin bagi ibu-ibu hamil yang mengkonsusi ikan dari perairan Kotabunan
- Objek memperdalam ilmu bilogi khususnya perkembangan hewan

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Perairan Kotabunan
Desa Kotabunan Kecamatan Kotabunan secara administrative terletak di kabupaten Bolaang mongondow timur propinsi sulawesi utara. Sebelah utara desa ini berbatasan dengan desa buyat, sebelah timur berbatasan dengan perairan laut, sebelah selatan berbatasan dengan desa paret dan sebelah barat berbatasan dengan lokasi perkebunan. Secara geografis terletak di sepanjang pesisir pantai.
Didesa ini terdapat dua lokasi pertambangan yang jaraknya sangat dekat dari pemukiman kurang lebih 2 Kmdimana terdapat jalur-jalur aliran sungai yang melewati areal pertambangan, kemudian melewati areal pemukiman dan bermuara di pantai. (gambar I)

Limba merkuri dibuang oleh para penambang diperairan sungai sehingga terbawa oleh aliran sungai sampai ke perairan pantai, dimana diperairan ini terdapat jenis ikan konsumsi seperti ekor kuning, goropa, bubara dan lainnya

2.2 Tinjauan Tentang Merkuri
Merkuri (Hg) atau air raksa sering diasumsikan sebagai polutan bagi lingkungan. Logam merkuri atau air raksa mempuyai nama kimia Hidragyrum yang berarti perak air dilambangkan Hg.

2.2.1 Sifat Merkuri
Menurut falar (1994) secara umum logam merkuri memiliki sifat-sifat sebgai berikut:
1. Berwujud cair pada suhu kamar (25oC) dengan titik beku sekitar -39oC
2. Masih berwujud cair pada suhu 396oC
3. Merupakan logam yang mudah menguap dibandingkan dengan logam-logam lain
4. Tahanan listrik yaang di miliki sangat rendah sehingga menempatkan merkuri sebagai logam terbaik penghantar listrik
5. Dapat melarutkan bermacam-macam logam
6. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhuk hidup.

2.2.2.1 Sifat Teratogenik Merkuri
Secara alamiah, merkuri terdapat dalam tanah air laut dan atmosfer tetapi semuanya dalam jumlah yang tidak membahayakan kesehatan. Menurut WHO dalam yanuar (2004) bahwa efek toksik merkuriterjadi ketika kadar dalam darah antara 200-500 Mg/Ml. Proses peningkatan kadar merkui dalam tubuh organisme terutama berlangsung melalui rantai makanan.
Sifat teratogenik merkuri adalah sifat merkuri sebagai penyebab dilahirkannya bayi yang cacat. Di Minamata Jepang pada tahun 1953-1960 pabrik membuang limbah berupa metil merkuri klorida ke dalam air sungai yang bermuara di teluk Minamata. Wanita hamil yang mengkonsumsi air dan makanan yang tercemar ini menyebabkan dilahirkannya bayi yang cacat,jadi merkuri terbukti bersifat teratogenik.
Merkuri sebagai teratogen menyebabkan antara lain penyakit minamata janin yang di tandai oleh kelumpuhan saraf otak, cacat pada tengkorak, dan lainnya.

2.3 Tinjauan Tentang Tikus Putih
2.3.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Cllas : Mamalia
Ordo : rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus novergikus L

2.3.2 Reprouksi
Tikus memiliki potensi reproduksi yang sangat hebat. Masa kawin terjadi sepanjang tahun. Periode kebuntingan tikus betina adalah 3 minggu, setelah satu minggu beranak atau dalam periode menyusui anak-anaknya tikus betina sudah dapat kawin lagi, biasanya sekali melahirkan menghasilkan 6-12 ekor anak.
Sistim reproduksi pada tikus betina mengalami suatu daur yang berulang secara berkala yang disebut siklus estrus. Tikus termasuk dalam golongan hewan yang mengalami beberapa kali daur estrus dalam setahun. Daur estrus pada hewan polyestrus terbagi atas tiga tahap yaitu proestrus, estrus, dan diestrus. Proestrus adalah periode pertumbuhan polikel dan di hasilkannya banyak estrogen. Estrogen ini merangsang perangsang pertumbuhan seluler pada alat kelamin tambahan, terutama pada vagina dan uterus.

2.3.3 Fase-Fase Perkembangan Embrio
Yatim (1982) menyatakan bahwa pertumbuhan embrio terdiri atas 5 periode yaitu:

1. Periode persiapan
Periode persiapan adalah masa dimana kedua induk disiapkan untuk melakukan perkawinan atau pembiakan. Gamet jantan maupun gamet betina mengalami proses pematangan sehingga mampu melakukan pembuahan.
2. Periode pembuahan
Periode pembuahan adalah masa dimana kedua induk (jantan dan betina) melakukan perkawinan.
3. Periode pembuahan awal
Periode pertumbuhan awal adalah periode pertumbuhan sejak zigot mengalami pembelahan berulang sampai embrio memiliki bentuk primitif. Bentuk primitif adalah bentuk dan susunan embrio masih sederhana dan kasar. Tahapan prainfalantasi setelah terjadinya fertilisas. Ovum dibuahi ia mengalami meiosis II kemudia transformasi lalu embrio genesis. Pada tikus tahap prainflantasi berlangsung selama 4-5 hari sesudah pembuahan.
4. Periode antara
Periode antara merupakan masa perantaraan dari periode awal sampai periode akhir. Pada masa ini embrio ini mengalami bentuk transformasi bentik dan susunan tubuh secara berangsur sehingga akhirnya mencapai bentuk defenitif.
5. Periode pertumbuhan akhir
Periode pertumbuhan akhir adalah pertumbuhan penyempurnaan bentuk defenitif sampai kelahiran.

2.4 Hipotesis
Ikan konsumsi asala perairan Kotabunan menyebabkan efek teratogenik terhadap perkembangan embrio tikus putih.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu desa Kotabunan kecamatan Kotabunan kabupaten Bolaang Mongondow propinsi sulawesi utara dan Laboratorium Biologi UNG selama 3 bulan.

3.2 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih Rattus novergicus betina yang telah dikawinkan (hamil) sebanyak 16 ekor.

3.3 Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan adalah ikan konsumsi yang diambil dari perairan pantai Kotabunan khususnya perairan yang berada di muara sungai. Ikan yang diambil adalah jenis ekor kuning, goropa, dan bubara.

3.4 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain rancangan acak lengkap (RAL).
Perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari empat perlakuan dan empat ulangan sehingga jumlah unit percobaan 4 x 4 = 16. lay out dapat dilihat pada tabel 2.
A2 D2 A4 D1
B3 A1 C1 B4
C4 B2 D4 C2
B1 C3 A3 D3
Keterangan :
Perlakuan A: Kontrol
Perlakuan B: Tikus yang diberi makan ikan jenis goropa
Perlakuan C: Tikus yang diberi makan ikan jenis ekor kuning
Perlakuan D: Tikus yang diberi makan ikan jenis bubara

3.5 Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (X) yaitu ikan konsumsi yang berasal dari perairan Kotabunan.
2. Variabel terikat (Y) yaitu perkembangan embrio tikus putih (Rattus novergicus) dengan indikator yang diamati jumlah embrio hidup, jumlah embrio mati, jumlah embrio resorbsi dan embrio yang mengalami kelainan.

3.6 Teknik Pengumppulan Data
3.6.1 Alat dan Bahan
Alat
1. Kandang tikus
2. Alat bedah
3. Alat penangkap ikan
4. Lup
Bahan
1. Aquades
2. Larutan fisiologis
3. Pakan untuk tikus (pakan buatan untuk anak ayam).
3.6.2 Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan dan aklimatisasi dilakukan untuk pengambilan ikan serta aklimatisasi hewan uji selama 2 minggu.
2. Penimbangan hewan uji
3. Hewan dikawinkan pada malam hari dengan cara mencampurkan 1 jantan dan 3 betina dalam satu kandungan.
4. Keesokan harinya (pagi-pagi sekali) diperiksa adanya sumbat vagina, jika terdapat sumbat vagina maka hewan ini dinyatakan bunting 0 hari.
5. Hewan uji diberi makan ikan (bahan uji) selama 10 hari sejak masa kebuntingann 6 hari sampai 15 hari sebanyak 1 kali perhari dan diberi minum air ledeng secara adlibitum (terus-menerus). Hari ke-6 sampai 10 merupakan masa kebuntingan pada tahapan organogenesis. Pada hari lain tikus diberi pakan buatan.
6. Pada hari ke-20 tikus dibedah secara caesar kemudian rahimnya diangkat dan embrionya dilepas.
7. Dilakukan pengamatan terhadap fetus. Fetus yang berkembang penuh dan merespon sentuhan dikategorikan sebagai fetus hidup, fitus yang berkembang penuh tetapi tidak merespon sentuhan dikategorikan feus mati. Fetus resorbsi diamati dengan melihat tanda-tanda pada uterus. Pengamatan kelainan hanya dikhususkan pada kelainan morfologinya.

3.7 Teknik Analisis Data
Analisis statistik dengan menggunakan analisis varians (ANAVA) dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Tahukah Anda Tentang Perilaku Seks Tikus?
Trimediautama@gmail.com

Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta : UI-press

Dinata, 2002. Berbahayakah Racun Merkuri?. Mailto:Prcm@Pikiran-
Rakyat.com

Nurcahyo, 2007. keleinan bawaan.
http://librari.usu.ac.id/download/fkm/k3-halind4.pdf

Pengikut